Permainan lintas dimensi tersebut telah dimulai saat bangsa Mesir
mengenal ideograph sebagai representasi gagasan. “Peradaban
logo” tersebut kemudian berkembang. Revolusi industri “merevolusi logo”
menjadi entitas kapital dalam pemerekan. Dan kini, post-modern
menyulapnya sebagai aset imaji. Sehingga, sebuah logo ‘contreng
(centang)’ Nike dengan Pemilu, bisa memiliki “nilai logo” yang berbeda.
Nilai yang berbeda itulah salah satu impak dari kekayaan dimensi
perupa logonya. Semakin kaya dimensi, perupa akan semakin lihai
memainkan logonya. Tapi tidak berarti sebaliknya: semakin miskin
dimensi, perupa logo semakin tidak bisa apa-apa. Justru, miskin dimensi
tersebut, harus ditempatkan sebagai gairah eksperimental: selalu asyik
mencoba permainan baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar